Musibah Membuatnya Tak Bisa Bersekolah
Pagi itu sangat
indah. Matahari bersinar cerah sehingga pohon - pohon kelihatan hijau berkilap.
Puncak gunung mulai terlihat jelas. Langit sangat bersih berwarna biru cerah.
Keindahan alam itu membuat aku ingin menikmati indahnya alam pegunungan. Aku
bersama teman keluar hotel untuk menghirup udara segar dengan berjalan – jalan.
Tidak jauh dari hotel, aku berpapasan dengan seorang gadis kecil yang sedang
membawa baskom.
“Mendoan,
bakwan, masih hangat,” Katanya menawarkan,
Setelah aku
mendengar tawarannya, aku tertarik untuk menikmati makanan hangat yang menjadi
kesenanganku itu. Aku pun memanggilnya. Dan ia segera menurunkan baskomnya.
Ternyata benar, makanan yang ada di dalam baskom itu masih hangat. Kemudian aku
memilih beberapa mendoan dan bakwan. Sambil memilih makanan, aku bertanya
kepada si gadis kecil itu.
“Dek, kamu kok
masih kecil sudah berjualan. Apa kamu tidak sekolah?” tanyaku ingin tau.
“Tidak. Saya
terpaksa berjualan karena tidak punya biaya,” jawabnya terus terang. “Saya
sekolah sampai kelas 4 SD, kemudian berhenti,” lanjut gadis kecil itu.
“Ayah dan ibumu
tidak bekerja?” tanyaku penuh selidik.
“Ayah dan Ibu
dulu bekerja sebagai pedagang sayur di pasar . Akan tetapi, suatu hari mereka
kecelakan saat membawa dagangannya di pagi buta. Keduanya pun meninggal. Sejak
itu saya dan adik tidak bisa meneruskan sekolah. Pada saat itu, saya kelas 4
SD, adik saya kelas 3 SD. Lalu berhenti,” cerita gadis kecil itu.
“Adikmu sekarang
dimana?” tanyaku lebih lanjut.
“Adik tinggal
nersama saya dan sekarang berjualan Koran.
Saya benar-benar
terharu mendengar cerita gadis tersebut. Seharusnya, anak seusia dia belum
pantas melakukan kegiatan seperti orang dewasa. Tetapi apa boleh buat,
musibahlah yang menyebabkan seperti itu.
Uang Rp
20.000,00 ku keluarkan dari kantongku untuk membayar beberapa mendoan dan
bakwan yang aku beli.
“Wah, belum ada
kembaliannya, Kak!” kata gadis itu sambil tengok kanan dan kiri mencari warung
untuk menukarkannya. Tetapi sepagi itu belum ada warung yang buka.
“Kamu tidak usah
bingung. Kelebihannya untuk kamu,” kataku.
“Terimakasih,
ka, terimakasih,” ucap gadis itu sambil membungkuk-bungkukan badannya.
Baru kali ini
aku melihat orang berterimakasih setulus itu, kataku dalam hati.